Prof Erika: Sudah Saatnya Indonesia Kembangkan Multimoda

Indonesia sudah tidak zamannya lagi mengembangkan transportasi unimoda. Dengan kemajuan yang telah bergerak di banyak sektor, diperlukan sistem transportasi antarmoda/ multimoda untuk menunjang efektifitas dan efisiensi mobilitas masyarakat.

Demikian salah satu kesimpulan dari pembicaraan Media Artha Pratama (MAP) dengan Prof. Dr. Ir. Hj. Erika Buchari, M.Sc di Palembang, Sumatera Selatan. “Sebaiknya angkutan umum tidak dikembangkan secara unimoda, tetapi sudah dipersiapkan ke arah multimoda.”

Pembicaraan dengan guru besar bidang transportasi dari Universitas Sriwijaya ini, tidak hanya teori, tetapi juga hasil risetnya di Kota Palembang, yang bertekad mau menjadi kota perintis dalam menerapkan sistem transportasi multimoda.

Menurut Erika, konsep angkutan umum multimoda harus memenuhi 6 kriteria komponen: moda penghubung (connecting modes), moda utama (main modes), jaringan multimoda (multimodal network: main route, feeder route), fasilitas peralihan moda (transfer point), fasilitas peralihan antar moda dengan jaringan berbeda (intermodal transfer point), dan peraturan.

Connecting Modes sebagai moda penghubung sebelum dan sesudah moda utama yang sedang digunakan. Moda sebelum atau ”access mode” merupakan moda yang digunakan dari rumah ke tempat perhentian angkutan umum (halte/ stasiun/ terminal) bisa dengan jalan kaki, bersepeda, naik mobil atau motor, dan menggunakan taxi. Sedangkan moda sesudah atau ”egress mode” adalah moda yang digunakan dari tempat perhentian (halte/ stasiun/ terminal) ke tempat tujuan.

Main Modes, biasanya digunakan dalam perjalanan paling panjang dan paling lama dari moda lainnya. Sudah banyak penelitian dan pengembangan moda utama ini, tentang pengembangan alat angkutan umum, sinkronisasi jadwal antara moda satu dengan lainnya. Salah satu yang disoroti dalam hal ini adalah sistem pembayaran. Sampai saat ini diyakini, pembayaran dengan kartu cerdas (smart card) paling efektif untuk memendekkan waktu perjalanan.

Multimodal Network. Hal yang paling mendasar dari komponen multimoda adalah tersedianya jaringan yang terpadu antara moda-moda (multimodal network). Karakteristik utama dari jaringan multimoda adalah memiliki jaringan yang tersambung antarjenis (moda) dan mengenal adanya perbedaan level atau jenjang dari jaringan. Jaringan level tertinggi untuk moda kecepatan tinggi dan akses terbatas, sedangkan tingkatan yang terendah adalah untuk moda jarak pendek, memiliki akses ke jaringan yang lebih tinggi, berkecepatan rendah, dan kepadatan jaringan yang lebih tinggi.  

Transfer Point. Komponen ini sangat penting untuk menarik penumpang angkutan pribadi yang dapat berintegrasi dengan angkutan umum. Fasilitas parkir yang cukup untuk menampung kebutuhan akan dapat menarik penumpang angkutan pribadi untuk meninggalkan mobil pribadinya dan selanjutnya menyambung dengan angkutan umum. Terlebih lagi jika ongkos parkir di pusat kota dibuat mahal. “Di Palembang sudah ada park and ride khususnya di setiap penghujung rute Bus Rapid Transit (Trans Musi), seperti di Plaju dan Alang-alang Lebar, walau belum diberikan sistem,” ungkap Erika.  

Intermodal Transfer Point. Fasilitas ini sangat penting karena merupakan titik sambung antara dua jenis moda dari dua jenis jaringan yang berbeda. Contohnya antara jaringan sungai dan jaringan jalan, atau kereta api.  “Di Palembang ini sudah terjadi, ada konektivitas antara bandara, BRT, bus air di sungai musi dan kereta api,” tutur Erika.

Peraturan. Peraturan sebagai alat pengontrol kinerja angkutan umum juga sebaiknya berubah ke arah multimodality. Peraturan tentang moda utama, moda pengumpan, moda sebelum dan sesudah, ketersambungan dengan moda lain melalui Transfer Point dan Intermodal Transfer Point belum ada. “Tapi saat ini Palembang sedang menyusun Public Transport Authority atau otoritas angkutan umum dan berjuang untuk dapat mengimplementasikannya.”

Potensi Pasar

Untuk mewujudkan sistem tranportasi multimoda, Erika melanjutkan, perlu dana yang tidak sedikit. Pemerintah perlu menggandeng peran swasta. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah bersama para akademisi setempat harus melakukan kajian berbasis data sebagai upaya untuk menarik investor.

Erika sendiri telah melakukan kajian di Kota Palembang. Hasilnya, masyarakat yang menggunakan transportasi multimoda cukup tinggi, yakni 32.94% dari semua perjalanan, atau 30% lebih tinggi dari Negeri Belanda. Mereka yang naik kendaraan umum itu, sebagian besar memilih moda bus, oplet dan boat sebagai moda utama. Dari moda utama, diperlukan moda penyambung untuk bisa mengatar mereka sampai ke tepat tujuan.

Temuan berikutnya, jaringan rute bus and oplet di kota Palembang saling tumpang tindih (overlapping). Inilah yang menjadi salah satu penyebab dari kemacetan, para supir kendaraan umum pun susah mendapatkan rejeki karena overlapping tersebut.

Berikutnya, walaupun masyarakat Palembang memiliki animo yang tinggi untuk naik kendaraan umum, tetapi mereka memilih moda ini karena terpaksa. Hal itu tampak dari pengakuan sebagian besar responden yang hanya melakukan perjalanan dua kali tiap hari, yakni pergi dan pulang. Salah satu penyebabnya adalah moda yang ada kurang nyaman dan tidak terintegrasi.

Temuan-temuan dari survei di atas, menunjukkan adanya peluang untuk mengembangkan sistem transportasi yang bagus di Palembang. Karena, pada dasarnya, masyarakat Palembang mayoritas mengandalkan angkutan umum. Tinggal bagaimana memanajemen transportasi massal yang menjamin keselamatan, cepat, murah, tepat waktu dan terintegrasi. Maka ditetapkanlah, Bus Rapid Transit (BRT) sebagai moda utama di Kota Palembang.

BRT yang diberi nama Trans Musi ini supaya cepat maka sistem pembayarannya memakai skema smart cards. Kemudian, dibuat penyesuaian antara rute BRT dengan rute pengumpan (design feeder routes). Menata ulang jaringan multimoda terpadu BRT, bus/ oplet dan angkutan sungai.

“Menata ulang infrastruktur sesuai dengan kebutuhan BRT dan Intermodal Transfer Point. Fasilitas transfer dengan moda sebelum (access) dan sesudah (egress). Dan tentunya, reformasi peraturan, kebijakan dan organisasi,” ujar Erika.

Sesuai rekomendasi hasil survei ditetapkan koridor-koridor Trans Musi. Kemudian untuk menguji pendapat publik dilakukan survey stated preference dan revealed preference di koridor yang direncanakan. Hasilnya menunjukkan, pertama, ada potensi pasar untuk rute BRT dan skema smart card lebih kurang 70% dari responden yang setiap hari menggunakan koridor itu. Kedua, BRT dan smart card lebih disukai sebanyak  45%, sisanya menyukai BRT saja atau smart card saja atau abstain.

“Dengan penyajian data ini maka dapat diketahui bahwa ada potensi pasar bidang transportasi yang siap ditawarkan kepada para investor. Saya yakin di daerah lain seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor juga lebih kurang menunjukkan potensi yang mirip. Tinggal bagaimana Pemerintah Daerah setempat serius dalam  menggarap potensi transportasi multimoda,” tutur Erika.

Jadi apakah menurut Anda transportasi multimoda itu mutlak? Dengan penuh keyakinan Erika mengatakan bahwa pola pembangunan transportasi kita harus mengarah ke multimoda. Sekarang kita sudah memiliki cetak biru Sistranas, Sislognas, MP3Ei dan Transportasi Multimoda. Tinggal bagaimana  itu secara bertahap diimplementasikan.

Secara khusus, Erika meminta peran masing-masing Kepala Daerah untuk mendukung program Pemerintah Pusat dalam hal transportasi multimoda. “Saya membayangkan, sistem multimoda itu seperti jasa ekspedisi. Kita bayar sekali, tanpa tahu moda apa saja yang dipakai, yang jelas barang kita sudah sampai tujuan dengan cepat, murah, dan aman. Dan saya yakin itu bisa diterapkan.” (ONE)

Berita Terkait

Komentar: