Kantor Wajib Sediakan Ruang Menyusui!

Ungkapan surga di bawah telapak kaki ibu, menggambarkan betapa besar kasih seorang ibu. Apa pun yang terbaik, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa, ibu berikan kepada buah hatinya.
Malam itu, Nuranisa Putri Matahari (27) masih bertarung waktu dengan pekerjaannya. Karyawati swasta tersebut nyaris tinggal sendirian di kantor. Ia diizinkan oleh pemimpinnya untuk memerah susu selama di kantor tetapi pekerjaan harus selesai.
“Konsekuensinya harus datang lebih pagi, pulang lebih malam, atau mengorbankan jam makan siang agar pekerjaan dapat selesai dan kegiatan memompa tetap berjalan. Hal ini harus dilakukan secara konsisten,” ungkap ibu dari Nathan Ozora Mokoginta (1 tahun 8 bulan).
Dukungan juga dialami Revina Andini Pradjoko (30). Sekretaris pada perusahaan swasta ini mendapat kesempatan memerah susu di kantor. Namun, sebagai seorang ibu yang juga bekerja ia dituntut untuk kembali fokus ke pekerjaan setelah memerah susu agar semua tanggungjawab dalam selesai tepat waktu. “Saya senang malakukan 2 tanggung jawab sebagai ibu dan karyawati. Semuanya demi anak,” tutur ibu Sendy Emeraldy (1 tahun 1bulan) dengan bangga.
Bagi ibu-ibu pekerja seperti Nuranisa dan Revina di kota besar seperti Jakarta, mengupayakan air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan bagi bayi mereka seperti yang dianjurkan dunia kedokteran menjadi penuh perjuangan. Para ibu harus ”jungkir balik” untuk menekan stres akibat minimnya fasilitas dan dukungan dari lingkungan sekitar. Belum lagi kondisi Jakarta yang tidak ramah. Jalan yang selalu macet, angkutan umum yang saling impit dan berdesakan.
“Dukungan dalam bentuk ruangan khusus ibu menyusui tidak ada, akhirnya saya memompa ASI di kamar mandi,” keluh Nuranisa.
Wajib Sediakan Ruang
Apa yang menjadi keluhan kedua ibu di atas, senyatanya telah ditangkap Kementerian Kesehatan. Bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Bersama tentang Peningkatan Pemberian ASI selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.
Peraturan ini dilandaskan bahwa setiap ibu berkewajiban memberikan ASI kepada anaknya. Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental spiritual maupun kecerdasan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak. Kebutuhan tersebut dapat tercapai jika mendapat ASI karena 80 persen perkembangan otak anak dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 3 tahun (periode emas), sehingga diperlukan pemberian ASI eksklusif 6 (enam) bulan dan diteruskan sampai anak berusia 2 (dua) tahun.
Mengingat begitu pentingnya pemberian ASI maka ketiga kementerian ini mendesak perusahaan untuk memberi kesempatan kepada pekerja/buruh perempuannya supaya bisa memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya. Memenuhi hak pekerja/buruh perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anaknya. Memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi dan kekebalan anak. Dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini.
Untuk itu, pengusaha/pengurus, serikat pekerja/serikat buruh wajib menyediakan ruang menyusui atau ruang laktasi dan melakukan sosialisasi pemberian ASI di tempat kerja. Dengan adanya ruangan laktasi berarti telah memberikan hak bagi perempuan di perusahaan untuk tetap bisa menyusui bayinya secara paripurna sambil tetap mengabdi di perusahaan. Selain itu juga terpenuhinya hak-hak anak untuk mendapatkan kasih sayang.
Apakah seorang karyawati yang menyusui menjadi beban bagi perusahaan? Kepada Media Artha Pratama (MAP), Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Mia Sutanto, SH, LLM menuturkan bahwa justru perusahaan diuntungkan. Karena menurut penelitian ibu yang menyusui lebih jarang bolos dan lebih berprestasi dibanding yang tidak memberi ASI, perusahaan akan lebih hemat karena ibu yang menyusui dan anaknya lebih sehat dan tahan penyakit.
Upaya untuk menyosialisasikan aturan perlindungan terhadap ibu menyusui terdapat dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Misalnya saja, dalam Pasal 128 antara lain disebutkan, ”setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis”.
Dalam ayat berikutnya juga disebutkan, ”selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus”. Salah satu penerapan ayat ini adalah Pemda Sulawesi Selatan dan Klaten yang mengeluarkan Perda ASI. “Saya pikir ini baik. Menurut kami kota yang paling ramah pada ASI adalah Klaten,” ungkap Mia.