Suyoto: Penumpang dari Bandara Wangi dan Cantik!

Embun baru saja beringsut dari peraduan. Digantikan hangat matahari pagi. Mengiringi aktivitas insan yang mulai menyemut di Bandara Internasional Adi Soemarmo, Solo, Jawa Tengah. Para penumpang yang baru saja mendarat, mulai memilih moda transportasi yang ditawarkan untuk sampai ke tujuan masing-masing.

Ada satu moda transportasi yang tampaknya mulai menjadi pilihan masyarakat, yakni bus rapid transit yang diberi nama Batik Solo Trans (BST). “Hanya dengan membayar Rp.7.000 para penumpang bisa sampai ke berbagai tempat di Kota Solo. Tarif ini hanya berlaku untuk rute ke bandara saja, sedangkan untuk rute dalam kota hanya Rp.3.000 dan Rp.1.500 untuk pelajar,” kata Agus Suyoto, sopir BST kepada saya saat berkunjung ke Solo.

Menurutnya, para penumpang BST lambat laun terus bertambah. Bayangkan, waktu kali pertama beroperasi di bandara pada 16 Mei 2011, dapat satu penumpang saja sudah bagus. Mungkin karena halte BST tidak berada dekat lobi bandara sehingga banyak penumpang tidak menyadari keberadaannya. “Kalau sekarang mendingan. Penumpangnnya sudah banyak,” ungkap suami Kristianti ini.

Seputar BST

Kota Solo, kata Agus, tidak berbeda dengan banyak kota lain yang mempunyai masalah kemacetan. Oleh karena itu, BST ini merupakan solusi transportasi umum di Kota Solo yang nyaman, aman, dan tepat waktu. BST yang soft launching­-nya pada hari Rabu 1 September 2010 ini memiliki 15 unit yang merupakan bantuan dari Kementrian Perhubungan. “Disebut Batik Solo Trans karena biar sesuai dengan Pemerintah sini yang mau mempromosikan Solo sebagai kota wisata dan budaya.”

Rute yang dilewati BST, tambah bapak 3 anak ini, terdiri dari keberangkatan dan kepulangan. Untuk keberangkatan rutenya Kleco – Jl. Slamet Riyadi – Jl. Sudirman (Balai kota) – Jl. Urip Sumoharjo-Jl. Brigjend Sutarto-Jl. Ir. Sutami (UNS)-Palur. Ada 15 shelter di jalur ini: Kleco-Farokha-Solo Square-Stasiun Purwosari-RS Kasih Ibu-Grandmall-Sriwedari-Pasar Pon-Bank Niaga-Balaikota-Pasar Gede-RSU dr Moewardi-Indomoto-UNS-Palur.

Kemudian rute kepulangannya dari Palur-Jl.Juanda(Pucangsawit)-Jl.Urip Sumoharjo-Jl.Sudirman-Jl.Mayor Sunaryo (Beteng)-Jl.Kapt Mulyadi(Sangkrah)-Jl.Veteran-Jl. Bhayangkara-Jl.Dr.Radjiman(Laweyan)-Perempatan Gendengan-Jl.Slamet Riyadi-Kleco. Sedangkan shelter yang dilewati ada 11: Palur-Pasar Gede-Bank Danamon-RS Kustati-Gading-Koramil Serengan-Baron-Gendengan-Indosat-Solo Square-Kleco. “Namun kini rute tersebut sudah diperpanjang sampai ke bandara,” tutur Agus.

Menurut informasi, armada BST akan ditambah menjadi 20 unit. Bantuan 5 unit dari Pemerintah Pusat ini akan memperkuat pelayanan BST di koridor I. dengan demikian, interval waktu antar bus yang saat ini mencapai 20 menit bisa dipangkas menjadi 10 menit saja.

Lebih lanjut, di tahun 2012 ini Pemerintah Kota Solo tengah mengkaji rencana pengoperasian koridor II dan III untuk BST. Koridor II akan menempuh jalur dari Mojosongo sampai Semanggi. Sedangkan jalur III dari Bandara Adisumarmo sampai Solobaru. 

Bangga Jadi Sopir

Bagi Agus profesi menjadi sopir BST cukup membanggakan. Mulanya ia adalah sopir bus Damri selama 15 tahun. Saat BST yang operasionalnya diserahkan ke Damri, Agus pindah menukangi BST.  “Kalau ditanya bagaimana rasanya jelas lebih enak jadi sopir BST. Rasanya lebih bangga karena busnya lebih baru. Penumpangnya dari bandara lebih wangi, cantik, dan bonafit. Kan tidak semua kota punya bus seperti BST, tapi bis kota ada di semua kota. Jadi saya merasa bangga.”

Rasa bangga itu, ditambahkan Agus karena BST memiliki crew atau kenek untuk istilah bis kota. Agus memberi alasan kenapa disebut crew, karena lebih menarik, berpakaian rapi, wangi dan ramah pada semua penumpang. “Saya rasa ini menjadi daya tarik tersendiri.”

Bagaimana dari segi penghasilan? Agus yang sebelumnya pernah menjadi sales, mengakui bahwa upahnya cukup walau tidak bisa dikatakan besar. Yang membuatnya kerja dengan tenang adalah sistem pengupahannya bulanan berupa gaji. Jadi tidak kejar setoran. “Keluarga sih senang saja, tidak kemrungsung kerjanya (tidak khawatir), keluarga lebih tenang.”

Satu lagi yang membedakan BST dengan angkutan umum darat lain adalah tempat pemberhentian. BST memiliki shelter atau halte tempat menaikkan dan menurunkan penumpang. Shelternya bagus dan memiliki daya tarik seni tersendiri. Bahkan sudah dipasang GPS (global positioning system) yang memberitahu calon penumpang berapa lama lagi BST akan datang. “Sistem ini dapat mengurangi kemacetan dan memudahkan calon penumpang.”

Tapi sayangnya, diakui oleh Agus, maksud baik di atas kerap belum dimengerti oleh masyarakat. Sampai sekarang masih ada saja penumpang yang minta diturunkan di tempat yang tidak ada shelternya. Dengan alasan, kalau turun di situ ia masih harus jalan lagi ke tempat tujuannya. “Walau BST sudah beroperasi cukup lama, tapi memang sosialisasi ke masyarakat harus terus. Saya baru menyadari memang susah mendisiplinkan orang supaya meningkatkan keselamatan penumpang sendiri dan menghindari kemacetan.”

Mungkin hal ini terjadi, sambung Agus, karena shelternya masih jauh-jauh. Jumlah armada BST juga sudah saatnya untuk ditambah. Semoga dengan sosialisasi yang terus menerus dan berjalannya rencana Pemkot untuk menambah bus serta pengembangan koridor, ke depan transportasi kota Solo dapat lebih baik lagi. (ONE)

Berita Terkait

Komentar: