Kecelakaan di Perlintasan itu Bukan Kecelakaan KA

SEMARANG-MAPNEWS. Keselamatan dalam bertransportasi adalah tanggung jawab semua pihak, termasuk transportasi kereta api. Itulah mengapa, sosialisasi tentang keselamatan selalu diadakan secara rutin agar semua pihak terus disadarkan dan mengambil peran yang semestinya. Terutama keselamatan di perlintasan sebidang.

Demikian salah satu poin yang terlontar dalam acara “Sosialisasi dan Lokakarya Peningkatan Keselamatan Perkeretaapian di Perlintasan Sebidang” di Semarang. Menurut Kepala Biro Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Karo Korwas PPNS) Polri Brigjen Pol Drs. Bung Djono, SH, MH sosialisasi untuk membentuk ketaatan terhadap peraturan dikalangan pengguna jalan masih merupakan langkah terbaik guna penanganan keselamatan di perlintasan sebidang. 

Djono yang hadir sebagai salah satu narasumber, menuturkan bahwa sosialisasi tentunya harus disusun dengan perencanaan yang baik dan tepat sasaran sehingga dapat membentuk ketaatan pada pengguna jalan sesuai yang diharapkan. “Sosialisasi itu mestinya harus tepat sasaran, artinya memang ditujukan bagi mereka yang membutuhkan sosialisasi dan bukan pada kalangan yang justru sudah memahami masalah ini.”

Kegiatan sosialisasi tetap harus didukung dengan kegiatan lain yang bersifat pencegahan dan penegakan hukum meskipun tetap fokus utama ada pada sosialisasi. Kegiatan pencegahan dapat menyangkut hal-hal yang bersifat fisik seperti pembuatan dan pemasangan rambu, pembuatan pintu perlintasan, penjagaan ataupun pengaturan. Sedangkan yang bersifat pencegahan administratif dapat berupa pencabutan ijin (SIM/STNK).  Mengenai kelengkapan pintu perlintasan, Djono mengingatkan bahwa pada awalnya pintu perlintasan hanya khusus untuk mencegah hewan melintas. “Jadi manusia seharusnya cukup dengan rambu (sudah patuh), karena berbeda dengan hewan manusia punya otak yang dapat mengarahkan perilakunya dengan nalar.”

Lebih lanjut, Djono mengatakan bahwa untuk menimbulkan rasa jera perlu adanya penegakkan hukum. Masyarakat luas harus paham terhadap Undang-undang dan peraturan perkeretapian sebagai pegangan dalam menangani kecelakaan di perlintasan kereta api sebidang. Misalnya PP No 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kereta Api khususnya yang menyebutkan kewajiban pemakai jalan mendahulukan perjalanan kereta api untuk melindungi keselamatan dan kelancaran pengoperasian KA. Demikian pula PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan KA khususnya yang menyebutkan pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum.

Perlintasan Sebidang

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Keselamatan Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwi Atmoko mengungkapkan, bahwa masyarakat kerap salah persepsi dalam menilai sebuah kecelakaan yang terjadi di perlintasan sebidang.

Menurutnya, peristiwa kecelakaan di perlintasan sebidang yang melibatkan kendaraan moda jalan/orang dan moda kereta api pada dasarnya bukan termasuk kecelakaan kereta api, tetapi kecelakaan jalan. “Sejauh ini masih banyak anggapan bahwa kecelakaan di perlintasan sebidang merupakan bagian dari kecelakaan kereta api, sehingga opini yang terbentuk di mata publik menganggap kereta api adalah pihak yang selalu patut dipersalahkan.”

Di dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan tegas menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api dan wajib berhenti ketika sinyal berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup atau ada isyarat lain. Selain itu hal tersebut juga dipertegas pada PP No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan KA yang juga menyebutkan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur KA dengan jalan yang untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA.  Pemakai jalan sesuai peraturan ini juga wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang.

Meski bukan termasuk kecelakaan KA, Hermanto menegaskan bahwa Ditjen Perkeretaapian melalui Direktorat Keselamatan Perkeretaapian tetap menaruh perhatian terhadap permasalahan ini. “Kami selalu berusaha untuk mensinergikan semua pihak yang terkait dengan urusan perlintasan sebidang ini, sehingga sebisa mungkin kecelakaan di perlintasan sebidang bisa dikurangi,” kata Hermanto.

 Setidaknya ada 4 pihak yang punya tugas dan kewenangan untuk menangani permasalahan perlintasan sebidang yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kepolisian dan PT Kereta Api Indonesia (Operator). Langkah-langkah keempat pihak ini yang perlu disinergikan. Yang telah dilakukan sejauh ini adalah Pemerintah Daerah melakukan koordinasi untuk mengurangi perlintasan sebidang dengan menggabungkan beberapa perlintasan yang ditutup dan membangun frontage road, memasang pintu perlintasan melakukan sertifikasi terhadap penjaga perlintasan sebidang, memasang warning devices pada perlintasan sebidang yang tidak dijaga dan menutup pintu perlintasan sebidang liar, dan melakukan berbagai sosialisasi kepada publik.

Langkah sosialisasi dan sinergi dari 4 elemen di atas perlu dilakukan terus menerus, mengingat ada begitu banyak perlintasa sebidang yang tidak dijaga. Ambil contoh di Jawa Tengah. Sampai saat ini, ada 1.300 titik dari jumlah total sebanyak 1.614 titik perlintasan sebidang di Jateng diketahui tidak dijaga oleh petugas, sehingga berpotensi menyebabkan peningkatan terjadinya kecelakaan pada titik terebut.

“Jumlah perlintasan sebidang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, terutama yang liar-liar, dan ini kalau dibiarkan sangat berbahaya semakin menimbulkan potensi terjadinya kecelakaan. Maka dari itu sebagian perlintasan harus diatur keberadaannya dengan menutup sejumlah perlintasan sebidang, atau menjadikannnya tidak sebidang lagi, dengan underpass maupun fly over,” ujar Hermanto. 

Peningkatan jumlah perlintasan sebidang ini menjadi krusial, Kepala Bidang ASDP Dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Propinsi Jawa Tengah Prasetyo menambahkan, apabila dikaitkan dengan pembangunan jalur ganda (double track) kereta api di jalur Pantura yang akan selesai pada tahun 2013. “Jalur ganda akan meningkatkan kapasitas jalur sehingga terdapat 200 kereta yang lewat per hari, artinya bisa setiap 10 menit sekali kereta lewat tentu hal ini membutuhkan perhatian,” kata Prasetyo.

Sebagai langkah antisipasi, ia melanjutkan, pihaknya sejak tahun 2006 telah membentuk tim koordinasi penanganan perlintasan sebidang, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 551.6.05/20/2006.  Semoga tim ini ke depan dapat memberi kontribusi yang terus signifikan dalam penyelenggaraan transporatasi yang selamat, khususnya di daerah perlintasan sebidang. (ONE)

Berita Terkait

Komentar: