Kisah Yos, Tukang Bubut Roda Kereta Api
.jpg-OK-2.jpg&w=220&h=160) 
            Deruan bunyi kereta api sudah terdengar dari kejauhan. Semakin jelas terdengar, membuat Yos Randika memelankan kendaraannya. Minggir sejenak di tepi jalan sambil menanti datangnya kereta. Ketika kereta melintas, senyum bangganya terkembang melihat roda-roda gerbong mengkilat tertepa terik matahari.
“Heeemmmm…lumayan juga ya hasil kerjaku,” gumam Yos saat bercerita kepada Media Artha Pratama (MAP). Kereta yang ia lihat adalah kereta barang yang melintas dari Tanjungenimbaru ke Dermaga Kertapati. Keduanya merupakan daerah di Sumatera Selatan yang terpisah jarak 165 km dengan waktu sekitar 5 jam.
Yos, biasa dia dipanggil, merupakan karyawan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Yasa Lahat PT Kereta Api Indonesia (Persero). Pria kelahiran Jakarta 8 juli 1991 itu dipercaya sebagai operator mesin otomatis bubut roda kereta api. Mesin dengan merk Hegenscheidt MFD buatan Jerman itu sejak awal kedatangannya pada bulan Desember 2011 lalu, langsung dipegang olehnya.
Bidang kerja Yos bisa dibilang sangat vital dalam transportasi kereta api secara keseluruhan. Roda kereta api harus selalu dalam keadaan prima karena langsung bersentuhan dengan rel dan menahan beban di atasnya. “Kalau diameter roda tidak sama maka fatal. Kereta bisa anjlok atau slip,” kata Yos.
Menurutnya, ketika kereta api mulai beroperasi, maka ada gesekan yang terjadi antara roda dan rel. Lama kelamaan gesekan tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada roda. Salah satu jenis kerusakan yang saya tangani adalah flens tipis dan diameternya tidak sama, yang disebabkan roda terlalu lama bergesekan dengan rel sehingga aus. “Kalau sudah aus, roda kereta harus di re-profil, sesuai dengan bentuk rel. Profil roda kereta api harus polos, halus, dan mengkilat,” tutur Yos.
Flens adalah bagian roda kereta api paling luar yang berbentuk pipih. Sedangkan diameter bagian roda kereta api yang langsung bersentuhan dengan rel. “Nah, pada bagian diameter ini selisihnya harus nol. Tidak ada toleransi,” jelas Yos.
Kalau diameternya tidak sama, ia melanjutkan, tidak hanya menyebabkan anjlok atau slip tetapi juga berpengaruh pada tegangan listrik. Ini berlaku pada roda yang posisinya berada di bagian lokomotif. Karena di bagian tersebut terdapat traksi motor, yakni motorlistrik yang digunakan sebagai penggerak rangkaian kereta atau gerbong.
Dalam sehari, Yos mengaku bisa membubut roda kereta api sebanyak 10 pasang roda. Memang dari jumlah masih kalau banyak dari mesin bubun manual yang bisa sampai 12 pasang roda. Tetapi, tingkat akurasinya jauh lebih bagus yang otomatis, karena terdapat proses membaca data yang detail. “Pokoknya, pihak manajemen, berpesan supaya alat ini dirawat dan semakin ahli bagaimana mengopersikannya. Hasil dari mesin harus dijaga kualitasnya.” Mesin datang November 2011.
Cinta KA
Dunia kereta api bukan hal baru bagi Yos. Walau lahir di Jakarta, ia tumbuh dan besar di Tangjung Enim yang menjadi pusat pertambangan batu bara di Sumetera Selatan. Apalagi, Sang Ayah bekerja sub kontrak di PT Bukit Asam (BA) Tanjung Enim yang bergerak di bidang pertambangan batu bara.
Angkutan batu bara di wilayah Sumatera Selatan, termasuk di PT BA umumnya menggunakan kereta api. Hanya sedikit saja yang menggunakan truk. Karena daya angkutnya jauh lebih banyak dan besar menggunakan kereta api. Inilah awal ketertarikan Yos pada kereta api.
“Menurut saya, kereta api itu unik. Dari bentuknya saja, yang panjang tampak mengular saat berjalan. Dari segi angkutan, satu gerbong saja bisa mengangkat 50 ton batu bara, sedangkan truk maksimal 25 ton. Kalau satu rangkaian terdiri dari 40 gerbong saja sudah berapa banyak batu bara dapat diangkut,” tutur Yos dengan semangat.
Itulah mengapa, ia menambahkan, sebisa mungkin saya pergi naik kereta api. Lalu ia memberi contoh saat melakukan perjalanan dinas ke Yogyakarta. “Kalau saya sedang mengikuti pelatihan di Balai Pelatihan Teknik Prasarana di Yogyakarta, saya memaksa diri saya untuk naik kereta api. Apalagi kereta di Jawa umumnya nyaman sekali walaupun kelas ekonomi.”
Lebih lanjut, Yos yang lulusan SMK di Tanjung Enim, menerangkan dua jenis roda kereta api berdasarkan bentuk fisik: pertama roda bandage (antara roda bagian luar dan pelek rodanya terpisah hanya melekat erat) dan roda solid (keseluruhan roda merupakan satu bagian yang menyatu). Kemudian berdasarkan penggunaannya roda kereta api terbagi menjadi 3 jenis: roda kereta penumpang, roda gerbong, dan roda lokomotif.
Pada roda kereta api terdapat batas minimal ukuran dalam penggunaanya. Artinya apabila ukuran roda telah melebihi batas minimal pemakaiannya, maka roda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Ukuran diameter dari setiap jenis roda dapat dilihat pada tabel berikut dan gambar berikut:
Ukuran Roda Kereta Penumpang Dan Gerbong
| No | Jenis roda | Maksimal | Minimal | 
| 1 | Bandage | 777 | 730 | 
| 2 | Solid | 777 | 720 | 
Ukuran Roda Lokomotif
| No | Jenis roda | Maksimal | Minimal | 
| 1 | Bandage | 914 | 845 | 
| 2 | Solid | 914 | 835 | 
Pada roda bandage, roda terdiri dari 3 bagian yaitu as roda, pelek, dan roda bagian luar. Sedangkan pada roda solid, bedanya dengan bandage adalah bagian roda yang menyatu, hanya memiliki as roda dan piringan roda itu sendiri.
Lalu apa yang menjadi cita-cita Yos? “Saya hanya ingin jadi ahli di mesin bertipe PN 190 ini, baik sebagai operator, maupun teknologi dan software-nya. Saat ini baru sedikit saja yang saya ketahui. Kalau teknisinya datang dari Jerman, itulah kesempatan saya untuk bertanya dan belajar sebanyak-banyaknya,” harap Yos. (ONE)
Yos sedang mengoperasionalkan mesin bubut otomatis merk Hegenscheidt MFD buatan Jerman
.jpg-OK-2.jpg)
Roda kereta api sedang dibubut menggunakan mesin Hegenscheidt MFD

Hasil kerja mesin bubut seperti ini, tampak roda kereta api yang mengkilat
.jpg-OK-3.jpg)
 
                







 Pengunjung hari ini
 Pengunjung hari ini  Total pengunjung
 Total pengunjung  Pengunjung Online
 Pengunjung Online 



