Tahukah Anda Sebotol Air Mineral Bisa Berbahaya di Kabin Pesawat?
Seorang perempuan paruh baya berjalan mantap menuju pintu masuk Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten. Tangan kanan menarik tas koper sedangkan tangan lainnya menggamit tas tangan dengan merk terkenal. Kedua tas tersebut diperiksa dengan peralatan X-Ray. Namun, karena ada barang mencurigakan di dalam tas tangan, perempuan itu diminta untuk ke meja pemeriksaan.
Di hadapannya, petugas keamanan bandara mengeluarkan semua barang yang ada di tas. Sebuah gunting kecil, sebotol air mineral dan sebotol kecil madu terpaksa disita. Walaupun perempuan pemilik tas terus menerus protes dan meminta supaya barangnya bisa dibawa ke atas pesawat, tapi petugas tetap tidak bergeming. Akhirnya, perempuan itu pun berlalu dengan muka masam.
Kisah di atas hanya satu dari sekian banyak kejadian serupa di Terminal 3 yang merupakan percontohan penerapan peraturan penerbangan dengan benar. Padahal apa yang dilakukan para petugas keamanan bandara sudah benar dan tepat. Mereka memang diamanatkan untuk memastikan secara teliti semua barang yang dibawa calon penumpang tidak membahayakan penerbangan. Barang-barang yang tidak boleh dibawa misalnya bahan peledak (explosives), gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under pressure), cairan mudah menyala atau terbakar (flammable liquids), bahan atau barang padat mudah menyala atau terbakar (flammable solids), bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances).
Selain itu, bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and infectious substances), bahan atau barang radioaktif (radioactive material), bahan atau barang perusak (corrosive substances), cairan, aerosol, dan jelly (liquids, aerosols, and gels) dalam jumlah tertentu, atau bahan atau zat berbahaya lainnya (miscellaneous dangerous substances).
Tidak mengherankan, ada banyak orang yang mengeluh saat diperiksa. Protes tidak hanya terlontar dari masyarakat biasa, para pejabat Pemerintahan bahkan perwira TNI pun ada yang risih dengan penegakkan aturan ini. Alhasil, kotak kaca yang ada di meja petugas keamanan bandara penuh dengan silet, gunting kecil, korek api gas, bahkan ada juga botol berisi air mineral dan madu. Kesemuanya tidak boleh dibawa ke kabin. Bahan cair seperti air minum, pembersih muka, parfum dan lainnya boleh dibawa dengan cara dikemas dan dimasukkan ke dalam bagasi pesawat.
Korek gas masuk barang mudah meledak sehingga tidak boleh masuk kabin. Cairan aki juga dilarang karena sifatnya yang korosit sehingga sangat mungkin tumpah di dalam pesawat. Termasuk thinner yang bisa merusak bodi pesawat komponen akan hancur. Bahkan madu, juga tidak boleh dibawa ke dalam kabin karena dalam ketinggian dan tekanan udara tertentu dapat menimbulkan ledakan. Madu diperbolehkan dibawa ke dalam pesawat kecuali dibungkus dengan stereofoam dan disarankan masuk dalam bagasi.
Menurut ahli hukum penerbangan, Prof. Dr. K. Martono kepada Media Artha Pratama (MAP), ini semua dilakukan tidak sekadar mengikuti peraturan yang dikeluarkan oleh International Air Transport Association (IATA), tapi demi menjamin keamanan dan keselamatan karena itu termasuk barang berbahaya. Dalam dunia penerbangan biasa disebut dangerous goods.
Dangerous Goods pada Transportasi Udara
Contoh di atas merupakan ilustrasi bagaimana aturan yang berlaku bagi penerbangan sipil terkait bahan berbahaya. Namun, sesungguhnya pengaturan terhadap pengangkutan barang-bahan berbahaya dengan pesawat telah diatur secara luas. Pengaturan dilakukan karena secara teoritis kecelakaan pesawat udara tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal (single factor).
Salah satu faktor yang relevan disebut di sini adalah bahan dan/atau barang berbahaya (dangerous goods) yang diangkut dengan pesawat udara baik yang sengaja diangkut maupun secara tidak disengaja dibawa oleh calon penumpang pesawat udara.
Kalau dangerous goods memang sengaja dibawa, maka harus dikemas dengan baik dengan jumlah terbatas sesuai dengan regulasi yang berlaku. Berdasarkan pengalaman yang dikombinasikan dengan karakteristik khusus transportasi udara, International Air Transport Association Dangerous Goods Regulation (IATA-DGR) telah menciptakan prosedur pengiriman bahan dan/atau berbahaya sebagai panduan bagi pengirim, perusahaan penerbangan, operator bandar udara maupun para pemegang kepentingan.
Terkait dengan hal ini, yang memikul tanggung jawab tidak hanya dari perusahaan penerbangan yang mengangkut, tetapi juga menjadi tanggung jawab dari pemerintah. Pemerintah sebagai negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) wajib dan bertanggung jawab mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan.
Oleh karena itu, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/12/I/1995, mengamanatkan supaya petugas pemeriksa penumpang dan kargo wajib bertanggung jawab memeriksa penumpang dan kargo dengan menggunakan pesawat sinar x-ray, walk through metal detector, explosive detector serta peralatan lainnya. Sedangkan berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor INS/01/III/98, Direktur Jenderal Perhubungan Udara menginstruksikan agar para kepala bandar udara diseluruh Indonesia, para kepala Cabang PT (Pesero) Angkasa Pura I dan PT (Pesero) Angkasa Pura II pada bandar udara di seluruh Indonesia melaksanakan pemeriksaan secara cermat calon penumpang pesawat udara, barang bagasi tercatat, barang bawaan, kargo dan pos sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan menggunakan alat bantu sinar x, gawang pendeteksi, pendeteksi logam atau metal atau pemeriksaan secara fisik langsung, baik pada saat akan memasuki terminal dan/atau ruang tunggu serta menempatkan petugas keamanan (security personnel) pada posisi yang tepat dan strategis dalam jumlah yang memadai sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, tentunya, juga menjadi tanggung jawab masyarakat khususnya pengguna jasa bandara atau pesawat terbang. Artinya, masyarakat diminta untuk terlibat aktif dalam menegakkan aturan penerbangan untuk tidak membawa dangerous goods. Sikap pertama yang patut diapresiasi adalah keterbukaan dari kita saat diperiksa oleh petugas keamanan bandara.
Semuanya ini diatur demi kelancaran, keamanan dan keselamatan transportasi penerbangan. Menjadi sangat serius karena angkutan udara berbeda dengan angkutan lain. Kalau ada apa-apa dengan barang dan/atau bahan berbahaya di darat masih bisa diusahakan maksimal, tapi kalau sudah mengudara ceritanya akan berbeda. Semuanya akan berjalan lurus, kalau regulasi dipenuhi secara maksimal. (ONE)