Memimpikan Teknologi Game Buatan Dalam Negeri

JAKARTA-MAPNEWS. Pasar game dunia menunjukkan tren yang sangat progresif. Game PC (personal computer) dan console yang diperkirakan meredup, justru tetap mampu merengkuh para gamer di seluruh dunia. Catatan spesial juga ditorehkan game yang dijalankan smartphone dan tablet, karena pertumbuhannya cukup tinggi.

Mengutip hasil survei yang dilakukan Newzoo, lembaga survei yang bergerak di bidang industri game, pasar game dunia pada tahun 2014 telah meroket di angka $ 100 milyar, dan dalam tiga tahun ke depan bisa mencapai $ 102,9 miliar.

Catatan di atas tidak lepas dari peran pertumbuhan positif pasar game di kawasan Asia. Selain itu juga ditopang oleh mobile game yang terus berkembang seiring kemajuan industri gadget. Sebagai gambaran, pasar untuk smartphone dan tablet akan meningkat dari $ 17.6 miliar (23% dari total pasar dunia tahun 2013) menjadi $ 35.4miliar pada tahun 2017. Artinya, industri game yang dijalankan oleh smartphone dan tablet akan mendominasi sepertiga dari pasar game global.

Apa yang ditemukan oleh Newzoo, berbanding lurus dengan catatan App Annie sebagaimana diungkap oleh Glenn Prasetya, seorang pengamat industri game. Dia mengungkapkan bahwa tahun 2013 lalu data penjualan game digital (dijalankan PC, console, atau sejenisnya) mencapai $ 34 miliar di seluruh dunia. Sedangkan mobile game (dijalankan smartphone dan tablet)angkanya tembus $ 16 miliar.

Dari keduanya, pertumbuhan paling tinggi justru ada di mobile game. Beberapa negara besar dan berpengaruh dalam dunia game sangat mendukung pertumbuhan mobile game, seperti Jepang, Korea Selatan, Inggris, dan tentunya Amerika Serikat. 

Lebih lanjut, tren pertumbuhan industri game dunia ini tidak hanya ngomongin data angka maupun uang beredar saja. Ada fenomena menarik lain dari kencangnya industri game ini, yakni mulai meratanya pembagian ceruk kue industri game ke banyak negara.

Selama ini, tidak ada satupun yang menyangsikan kedigdayaan Jepang dalam memonopoli industri game dunia. Bayangkan, negeri sakura tersebut begitu nyamannya selama lebih dari 3 dekade duduk sebagai pemimpin pasar. Namun kini posisinya telah digoyang oleh Amerika yang berhasil menggulingkan Jepang. Amerika tidak sendiri, di bawahnya ada Korea Selatan dan China ikut merebut pangsa pasar Jepang.

Amerika, Korea Selatan dan Tiongkok menjadi "negara baru" para gamer. Hal ini tidak bisa dielakkan lagi karena mereka berhasil mengawinkan industri teknologi informasi dengan industri kreatif. Kesohoran mereka di bidang teknologi informasi tidak ada yang menyangsikan. Siapa yang tidak mengenal produk Apple, Microsoft, Xbox dan tentunya AMD di Amerika? Siapa yang tidak mengenal Samsung, Line, dan Kakao Talk di Korea Selatan? Atau Lenovo, Oppo dan berbagai perangkat smartphane dan tablet dari Tiongkok?

Beragam produk di atas mulai menggerus perusahaan game ternama di Jepang seperti Atari, Sega, Nintendo, dan Sony. Namun demikian, Sony dengan PlayStation 4 dan Nintendo Wii U masih menempel ketat Xbox One milik Microsoft yang saat ini menjadi pemimpin pasar game console.

Invisible Hand

Game pada dirinya sendiri adalah keseruan, hingar bingar, sukacita, dan segala bentuk kemeriahan. Di ranah pemain di industri ini, terjadi ketegangan dan perebutan pasar sebagaimana tergambar di atas. Namun semuanya itu tidak akan terjadi jika tidak ada prosesor yang menggerakkan aplikasi game.

Inilah yang tidak banyak orang menyadarinya. Perannya tersembunyi tetapi sangat vital dan strategis. Itulah mengapa kerap disebut sebagai invisible hand, atau pemain di belakang layar yang menentukan pergerakan pasar. Salah satu invisible hand di dunia game adalah prosesor AMD (Advanced Micro Devices).

Ini bukan omong kosong. Menurut penuturan Victor Herlianto, Business Development Manager AMD Indonesia dalam kesempatan AMD Blogger Day di Jakarta, Kamis (4/7/2014) game console generasi baru  Microsoft Xbox One,  Nintendo Wii U, dan Sony PlayStation 4 telah memakai AMD. Bahkan produk yang berkantor pusat di Amerika Serikat ini turut menyokong tim racing F1 serta Mac Pro, yang menjalankan dual GPU AMD Firepro.

Microsoft Xbox One ini didukung oleh 8 Core Microsoft custom CPU dan pada GPU terdapat AMD Radeon GPU 853 MHz with 768 shaders (1.31 TeraFLOPS/s). Sedangkan Sony PS 4 di CPU ada low power x86-64 AMD “Jaguar”, 8 cores dan GPU: 1.84 TFLOPS, AMD Radeon™ Graphics Core Next engine. Dan Nintendo Wii U menggunakan AMD Radeon “Latte” running at 550 MHz.

Dengan demikian, apa yang dikatakan oleh AMD APJ PR Lead, Sophia Hong, benar adanya. Masih dalam kesempatan AMD Blogger Day, ia menegaskan bahwa mayoritas video game console menggunakan teknologi AMD, "Three of the world’s largest technology companies are making multi-billion dollar, 7 to 10 year investments on AMD technology."

Impianku pada AMD

Sejujurnya, sebagai anak bangsa yang menyenangi teknologi tidak bisa sepenuhnya turut bangga dengan capaian industri game baik di Indonesia maupun secara global. Kenapa begitu? Faktanya, Indonesia masih ketergantungan impor produk berbasis software (perangkat lunak) seperti game, aplikasi seluler dan lainnya. Bahkan 80% software dalam bentuk produk game di Indonesia masih harus diimpor dari negara lain.

Padahal, anak muda Indonesia terkenal dengan daya kreatifitasnya yang tinggi. Itulah mengapa industri kreatif memainkan peran strategis dalam perekonomian nasional. Berdasarkan laporan tahunan yang dilansir Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, industri kreatif kita memberikan sumbangan terbanyak ketujuh pada produk domestik bruto (PDB) tahun 2013. Nilainya mencapai Rp 641 miliar lebih. Angka itu meningkat sangat signifikan dibanding tiga tahun sebelumnya yang kisaran angkanya hanya mencapai Rp 472-578 miliar.

Bukti nyata kalau anak muda Indonesia punya potensi besar dapat kita lihat pada sosok mereka yang menghadiri AMD Blogger Day. Sebagian besar yang hadir berwajah "ABG" dengan seragam merah. Tampang memang tampak "culun" tetapi ketika ada pertanyaan seputar teknologi AMD mereka antusias mengacungkan tangan dan menjawab dengan lancar. Bahkan jawaban yang meluncur dari mereka terkesan teknis, yang hanya dipahami oleh mereka yang mengerti dunia teknologi informasi. Belakangan diketahui mereka adalah anggota komunitas AMD Red Team, para pengguna AMD yang anggotanya ratusan orang.

Para narasumber yang tampil pun tampak masih muda dan penuh energi. Sebut saja pembicara utama Victor Herlianto yang sebelum di AMD telah malang melintang di jagad teknologi informasi seperti di Hewlett-Packard dan Microsoft. Selain itu ada Alva Jonathan, seorang overclocking evangelist di media Jagat Review. Pemuda lulusan Royal Melbourne Institute of Technology telah banyak mengumpulkan prestasi di bidang teknologi khususnya game technology.

Saya melihat, dalam konteks yang sangat sempit ini, sudah bisa memberikan harapan akan sumber daya manusia Indonesia yang mampu membuat produk game sendiri. Produk ini bisa apa saja, bisa program, perangkat keras, maupun perangkat lunaknya. 

Saya sangat yakin, dalam benak para pemuda ini ada impian bahwa suatu saat mereka dapat membuat prosesor game sendiri. Mereka punya impian prosesor seperti apa yang ideal dan diwujudkan. Mereka punya mimpi bahwa ada orang Indonesia yang berdiri di jajaran eksekutif produsen teknologi informasi terkemuka. Dan kita semua bermimpi bahwa Indonesia dapat menjadi tuan rumah bagi perkembangan teknologi game dan gadget.

Untuk mewujudkan mimpi tersebut, tentu kita tidak bisa sendiri. Harus ada mitra yang mendukung. Siapa? Siapa lagi kalau bukan AMD yang menjadi mitra strategis. Memang pemerintah telah mewacanakan untuk menjalin kerja sama dengan negara maju untuk meningkatkan kemampuan SDM kita dalam bidang industri kreatif, termasuk bidang game.

Ada baiknya kita tidak bergantung pada pemerintah. Event AMD Blogger Day telah menjadi wahana relasi strategis yang langsung mempertemukan produsen dengan users. Saya pikir, relasi ini sudah sampai pada saling mengenal dan mengerti. Kini saatnya kedua belah pihak memberanikan diri untuk mengarahkan relasi pada pengembangan SDM kita untuk turut serta mengembangkan teknologi AMD dan tentunya teknologi pendukung game.

Inilah impianku, memimpikan teknologi komputer, gadget, dan game buatan Indonesia yang diwujudkan dengan bantuan AMD. Sehingga, tingginya pertumbuhan pasar game dan gadget dunia dapat kita rasakan juga nikmatnya. Tidak sekadar menjadi konsumen semata.

Naskah dan Foto: Frans Agung Setiawan

 

Victor Herlianto, Business Development Manager AMD Indonesia

Sophia Hong, AMD APJ PR Lead

Komunitas AMD Red Team

Jurnalis yang juga gamer sedang mencoba produk AMD

Berita Terkait

Komentar: