Berkunjung ke Situs Tegur Wangi yang Didaftarkan ke UNESCO

Indonesia kaya dengan obyek wisata yang tersebar di seluruh pelosok daerah. Mulai dari wisata alam, sejarah, hasil karya kebudayaan, dan lain sebagainya. Salah satu obyek wisaya yang terbilang unik adalah wisata meseum terbuka, berupa situs purbakala.

Dikatakan terbuka karena berbagai peninggalan masyarakat prasejarah dibiarkan di tempat aslinya, sehingga kita bisa membayangkan atau bahkan menghadirkan kembali situasi ribuan tahun yang lalu. Dari berbagai museum terbuka ini, saya berkesempatan berkunjung ke Situs Tegur Wangi.

 Di antara petak-petak sawah di Tegur Wangi, peninggalan prasejarah berbagai bentuk yang terbuat dari batu-batu bewarna kelam. Situs yang terletak sekitar 3 kilometer dari pusat kota Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan merupakan situs terbesar di wilayah tersebut.

Jauh sebelum lahirnya kedatuan Sriwijaya, berdasarkan catatan “Jelajah Musi: Eksotika Sungai di Ujung Senja” (2010), di dataran tinggi kawasan budaya Pesemah, meliputi Pagar Alam dan Lahat, diduga telah ada kelompok-kelompok masyarakat. Tinggalan kelompok masyarakat ini berupa alat-alat batu, tembikar, bilik batu, dolmen, lesung batu, dan menhir yang ditemukan di daerah lereng dan kaki dataran tinggi Bukit Barisan di hulu Sungai Musi dan anak-anak sungainya.

Di daerah Pagar Alam ditemukan tinggalan budaya megalitikum berupa arca-arca batu yang berbentuk manusia dan binatang. Ahli arkeologi asal Jerman, Robert von Heine Geldern, menilai bahwa penggambaran arca-arca ini dalam penggambarannya menyesuaikan dengan bentuk asli batunya. Plastisitas hasil karya yang mengagumkan ini menandakan suatu pengerjaan oleh tangan yang terampil dah ahli.

Ribuan Benda Magalitikum

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Lahat, aset peninggalan megalitikum yang tersebar di Lahat terdapat sedikitnya 20 kompleks megalitikum. Hingga saat ini, Balai Arkeologi Palembang telah mendata sekitar 500 benda megalitikum yang terdapat di dua kecamatan. Diperkirakan masih banyak benda megalitikum yang belum terdata. Padahal, di Kabupaten Lahat saja ada 21 kecamatan yang semua mempunyai situs megalitikum.

Ayu Kusumawati dan Haris Sukendar dalam “Megalitik Bumi Pasemah” menyebut, banyaknya peninggalan megalitik di Pasemah menunjukkan bahwa kawasan itu telah dihuni manusia setidaknya sejak 2500 tahun Sebelum Masehi. Pahatan detail dan halus mengindikasikan masyarakat Pasemah saat itu sudah mengenal logam.

Berdasarkan informasi yang dirilis Koordinator Juru Pelihara BP3 Jambi Akhmad Rivai, sejak beberapa tahun terakhir, tim arkeologi dari Balai Arkeologi Palembang telah melakukan ekskavasi dan penelitian secara rutin di situs-situs megalitikum di kawasan tersebut. Tahun ini, penelitian dilakukan pada 10-21 Mei yang lalu.

Sebagai hasilnya, ada 12 peninggalan megalitikum yang telah didata. Tim peneliti dari Balai Arkeologi Palembang menemukan lima situs baru di Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam, Sumatera Selatan. Ke-5 situs itu biasa disebut Bilik Batu atau makam purba era megalitikum yang terletak di areal di kebun kopi milik warga, di Dusun Tegur Wangi Baru.  

Bilik batu yang baru ditemukan tersebut ukurannya lebih kecil yang ditemukan di Dusun Tanjung Aro dan Dusun Tegur Wangi Lama. Sebelum melakukan penggalian, Balai Arkeologi Palembang melakukan observasi dan penggalian, setelah beberapa waktu lalu warga menemukan benda megalitikum.

Saat ini telah terdata sedikitnya 67 peninggalan megalitikum Kota Pagaralam dan sekitar 364 peninggalan megalitum di Kabupaten Lahat. Sebagian besar situs megalitikum yang telah terdata dirawat dan dijaga oleh juru pelihara. Pemantauan kondisi arca terus dilakukan secara berkala.

Didaftarkan ke UNESCO

Mengingat banyaknya temuan benda megalitikum, dan masih banyak yang belum terungkap, maka diputuskan untuk mendaftarkan temuan-temuan tersebut ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus masalah pendidikan, dan kebudayaan) sebagai benda warisan budaya (heritage).  

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pagaralam Sukaemi, sebagaimana dilaporkan Kompas.Com, mengatakan pemberian status heritage oleh UNESCO diharapkan dapat meningkatkan pemeliharaan dan perlindungan terhadap peninggalan-peninggalan  yang diperkirakan berusia sekitar 1.000-1.400 tahun lalu itu. 

Status heritage juga diharapkan dapat menjadi sejenis promosi akan kekayaan peninggalan budaya megalitikum di Pagar Alam, sehingga mampu menarik pariwisata di kawasan tersebut. Dengan hidupnya pariwisata diharapkan dapat menggerakkan ekonomi masyarakat juga.

Sebanyak 67 situs megalitikum di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, didaftarkan ke UNESCO sebagai benda warisan budaya. Situs-situs yang meliputi arca manusia, arca manusia dililit ular, rumah batu, dan dolmen, tersebar di berbagai lokasi, di antaranya Tegur Wangi Lama, Tanjung Aro, dan Mingkik. Peninggalan-peninggalan megalitikum yang terdapat di ladang sayur warga itu telah dilindungi dan dipelihara oleh para juru pelihara di bawah koordinasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi.

Bagi Anda yang berminat untuk melihat langsung berbagai situs megalitikum di Pagar Alam, akses jalannya tidak sulit. Kalau dari Kota Palembang, jaraknya sekitar 300 km. Jalur darat yang ditempuh bisa melalui mobil pribadi, travel, atau bus umum. Beberapa di antara yang berkunjung ke sana memilih untuk menggunakan sepeda motor secara berkelompok. Ini memungkinkan karena jalan aspalnya yang relatif mulus dan sudah dilengkapi dengan rambu.

Bagi yang memilih untuk naik bus ongkosnya Rp. 40.000. Sedangkan kendaraan travel biayanya Rp. 80.000. Jarak tempuhnya sekitar 6-8 jam. Secara umum perjalanan menuju ke Pagar Alam sungguh menarik, terlebih kalau kita sudah memasuki daerah Lahat.

 

Naskah dan Foto:

frans agung setiawan

 

Berita Terkait

Komentar: