Dishub Solo: Tidak Cukup Penuhi Uji KIR Tiap 6 Bulan

Bicara soal transportasi umum perkotaan, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan uji kelaikan kendaraan (KIR) angkutan barang dan penumpang. Jika uji kir ini dipraktikkan dengan semestinya, transportasi perkotaan mengarah pada keselamatan dan ikut ambil andil dalam menjaga udara kota tetap lestari.
“Maksud dari pengujian kendaraan bermotor itu supaya selamat di jalan, melestarikan lingkungan dari kendaraan yang berjalan atau yang bergerak, memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tujuannya memberikan jaminan keselamatan bagi penggunaan kendaraan di jalan dan emisi gas buang terkontrol,” kata Kepala Bidang Teknik Sarana dan Prasarana Dishubkominfo Kota Solo, Arif Handoko kepada Media Artha Pratama (MAP).
Menurutnya, pengujian ini diwajibkan untuk kendaraan bus, mobil barang, mobil angkutan, dan mobil khusus seperti LPG/semen/kereta tempel untuk peti kemas. Baik itu plat kuning maupun kuning. “Kami menguji 15.000-an kendaraan. Satu harinya kira-kira 100 kendaraan yang masuk untuk diuji,” ungkap Arif.
Arif menyadari bahwa tugasnya, beserta para bawahannya, sangat penting. Yang menjadi taruhan dari tanggung jawabnya adalah banyaknya nyawa manusia yang beraktifitas di jalan raya. Jika satu saja yang kendaraan yang diluluskan, walau tidak layak jalan, risikonya besar. “Misalnya, satu ajah bus yang tidak layak jalan beroperasi. Berapa penumpang yang dipertaruhkan? Kalau rem blong, berapa potensi kendaraan yang ditabrak atau pejalan kaki yang bisa menjadi korban.”
Itulah mengapa, Arif selalu mengingatkan dirinya sendiri dan juga bawahannya untuk bekerja dengan penuh dedikasi. Mereka sesuai prosedur setidaknya memeriksa roda, kaki-kaki, lampu, klakson, wiper, fungsi rem, uji emisi, dan lainnya. “Jika salah satu tidak lolos, kami tidak akan tanda tangan buku kendali. Kami suruh perbaiki bagian yang tidak lulus uji, kemudian kembali lagi untuk diuji. Soalnya, kalau ada apa-apa yang kena pengujinya,” terang Arif.
Kok Ada Bus Berasap Hitam?
Mendengar penjelasan Arif, kita menjadi heran kenapa ada bus di jalan yang asapnya hitam. Bukankah kalau diuji pasti bus yang seperti itu tidak lulus uji? Arif pun mengakui bahwa ada bus yang seperti itu. Ada beberapa soal yang melatarbelakangi situasi seperti itu. “Yang jelas, yang Anda maksud bukan di Solo kan? Karena bus seperti itu tidak ada di sini,” katanya.
Menurut Arif, bus yang berasap hitam karena ada oknum awak bus yang nakal. Saat bus mereka dites, sudah sesuai standar. Tapi setelah dinyatakan lulus, oknum tersebut mengutak-atik injection pump (orang biasa menyebut bospom), yakni alat pengatur penyemprotan bahan bakar solar ke mesin. “Sebab, bisa diduga awak bus atau truk sengaja diutak-atik alat-alat itu agar laju kendaraan bisa lebih kencang. Padahal dampaknya adalah jelaga yang keluar di saluran pembuangan menjadi lebih tebal,” Arif menjelaskan.
Nah masalahnya, setelah waktunya uji kir yang wajib dilakukan 6 bulan sekali, injection pump dikondisikan normal. Dan tentunya, saat diuji bisa luluskan. Kalau masih mengeluarkan asap tebal pasti kendaraannya tidak bisa berjalan karena buku kendali tidak ditandatangani. “Penguji punya kewenangan untuk memeriksa dan memberi rekomendasi. Jadi sebelum diperbaiki, buku uji tidak akan pengesahan.”
Masalah ini, lanjut Arif, bisa diselesaikan. Pertama, para penguji kir menjalankan fungsinya dengan baik dan benar. Kedua, menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat. Artinya, para penegak hukum yakni polisi bisa memberhentikan bus yang diduga tidak layak jalan untuk diperiksa buku kendalinya. “Polisi bisa menilang sopir bus yang buku kendalinya tidak ditandatangani oleh petugas kir. Para petugas Dishub bisa menindak, jika kendaraan masih berada dalam terminal.”
Tidak Cukup 6 Bulan
Untuk memberi kepastian keselamatan bagi kendaraan angkutan, sebenarnya tidak cukup hanya memenuhi uji kir 6 bulan sekali. Arif mengungkapkan, uji kir itu tidak bisa menjadi patokan standar keselamatan, karena hanya tataran minimal. “Jadi harapan dari Dishub adalah ikut aturan minimal, yakni 6 bulan sekali. Tapi setelah itu harus rutin dicek. Kalau mungkin tiap hari.”
Kemudian ia menyontohkan, sebuah bus Solo-Jakarta yang beroperasi 3 kali pergi-pulang saja pasti kanvas remnya akan rusak. Begitu juga dengan kondisi ban, juga sudah mulai tergerus. Terkait dengan ban, oknum awak bus juga ada yang mengakali penggunaan ban koplakan atau vulkanisir. Yakni ban yang sudah gundul dibawa ke tukang vulkanisir untuk ditempel dengan “batikan” ban, sehingga tampak baru lagi. “Ini sangat bahaya, apalagi ditaruh di ban depan,” ungkap Arif.
Itulah mengapa, soal perawatan kendaraan, Arif menghimbau supaya awak kendaraanlah yang bertanggung jawab. Karena merekalah yang tahu secara “pribadi” kendaraan mereka. Setiap kali akan mengoperasikan kendaraan, mereka harus memeriksa kondisi kendaraan, tidak menunggu uji kir. “Selain itu, setiap PO kan umumnya punya bengkel sendiri. Di sini peran sopir dan PO menjadi sangat penting dalam melihat kondisi kendaraannya.”
Pesan Arif ini kerap ia sampaikan dalam pertemuan bulanan dengan Organda. Momen itu digunakan untuk sharing, di mana mereka memberi masukan dan minta masukan, untuk sama-sama mencapai memberi pelayanan yang bagus. Sehingga mencapai keselamatan bersama. “Kami minta kepada ketua Organda memberikan arahan kepada anggotanya untuk merawat kendaraannya supaya memenuhi kalaikan teknik dan layak jalan. Sehingga dapat menekan angka kecelakaan.”
Apa yang diusahakan oleh jajaran Dishub Solo terkait pengetatan kelaikan kendaraan cukup membuahkan hasil. Karena pada tahun 2011, Kota Solo mendapat penghargaan nomor satu untuk kualitas udara perkotaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. “Uji kir ini ternyata selaras dengan kebijakan kota solo yang ingin menuju move people no car,” tutup Arif. (ONE)