Berharap Transportasi yang Lebih Baik di Tahun 2013
 
            Di sektor transportasi udara, kejadian menonjol, yakni kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) di Gunung Salak terjadi pada 9 Mei 2012 menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini. Ketika itu, pesawat Sukhoi Superjet 100 menghilang dalam penerbangan demonstrasi yang berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Pada 10 Mei 2012, reruntuhan Superjet Sukhoi terlihat di tebing di Gunung Salak, sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Barat dan semua penumpang tewas termasuk awak pesawatnya. Beberapa pesawat terbang mengalami kecelakaan juga, terutama pesawat-pesawat kecil yang melayani daerah pedalaman seperti di Kalimantan dan Papua masih terjadi. Faktor cuaca sering menjadi pengakibatnya.
Sementara di sektor transportasi laut, musibah kecelakaan kapal motor penumpang (KMP) Bahuga Jaya, empat mil dari Bakauheni atau dua mil dari Pulau Rimau Balak. KMP Bahuga terbiasa sudah terbiasa melayani jalur penyeberangan Merak-Bakauheni. Juga ketersediaan transportasi penyeberangan di daerah kepulauan mesti mendapat perhatian yang lebih.
Negara kepulauan seperti Indonesia ini, keberadaan sarana transportasi laut sebagai penghubung pulau-pulau kecil dan terpencil menjadi hal utama. Pembangunan dermaga sederhana di pulau-pulau kecil yang tersebar turut membantu kelancaran transportasi laut tersebut. Anggaran untuk transportasi laut harus meningkat agar dapat membantu mempercepat terwujudnya transportasi antar pulau-pulau yang terhubungan dengan kapal dapat terwujud sempurna.
Memihak Angkutan Umum
Pemerintah sudah berlebihan dalam memanjakan kendaraan pribadi. Keberadaan kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil di kota-kota besar dan metropolitan melonjak tajam. Alhasil didapatkan bertambahnya titik-titik kemacetan lalu lintas, peningkatan pencemaran udara, kecelakaan lalu lintas meningkat dan pemborosan energi tak pernah berkurang.
Setiap tahun sekitar 32 ribu korban kecelakaan lalu lintas tewas di jalan raya atau setara dengan 87 orang setiap harinya. Sekitar 70 persen adalah pengguna sepeda motor yang jika dirinci lebih mendalam sebagian besar korbannya adalah usia produktif (usia 15-30 tahun), yakni pelajar, mahasiswa dan pekerja muda.
Kabar terakhir di penghujung tahun ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kian menipis dan diperkirakan hanya sampai 22 Desember sudah habis. Meskipun sebelumnya sudah diberikan tambahan kuota, tetapi tak bisa mencukupi kebutuhan.
Pembangunan infrastuktur jalan di kota besar dan metropolitan sengaja dirancang untuk memanjakan kendaraan pribadi. Belum lagi pemberian BBM subsidi yang sudah menggerogoti APBN. Hanya Indonesia satu-satunya negara di dunia yang menghabiskan Rp 157 tiliun untuk dibakar karena subsidi BBM. Apalagi sepertiga dari BBM subsidi tersebut diimpor untuk memenuhinya. Sungguh ironis disaat anggaran terbatas justru mengobral anggaran buat industri otomotif yang dianggap banyak memberikan keuntungan buat negara.
Kementrian Perhubungan telah melakukan dorongan dan dukungan bagi daerah-daerah yang sungguh serius mengembangkan transportasi massal. Selain Jakarta dan sekitarnya telah ada 14 kota mengembangkan transportasi massal berbasis jalan raya, yakni bus rapid transit (BRT). Kota-kota yang sudah didukung pengembangannya, antara lain Bogor (Trans Pakuan), Yogyakarta (Trans Yogya), Solo Raya (Batik Solo Trans), Denpasat (Trans Sarbagita), Batam, Pekanbaru (Trans Metro), Bandung (Trans Metro Bandung), Palembang (Trans Musi), Semarang (Trans Semarang), Ambon, Bandar Lampung, Manado, dan Gorontalo.
Namun, tak semua kota dapat mengembangkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini tak terlepas dari kemauan dan komitmen politik sang pemimpin kota tersebut. Ada yang berkembang cukup baik dan terencana, seperti Trans Musidi Palembang, Trans Yogya di Yogyakarta. Tapi ada pula kendala dana yang minim dan harus didukung Pemerintah provinsi, seperti Batik Solo Trans yang meayani kota-kota dalam lingkup Solo Raya.
Mengembangkan transportasi umum seperti BRT akan memiliki dampak tak hanya mengatasi kemacetan lalu lintas, tetapi memiliki makna untuk mempercantik wajah transportasi kota. Dan yang jelas secara politis dapat menaikkan popularitas pemimpin kota tersebut. Karena transportasi sudah merupakan kebutuhan uatam selain sandang, pangan dan papan. Sebenarnya potensi pengguna angkutan umum itu pasti banyak. Tinggal bagaimana cara atau strategi pengelolanya untuk lebih profesional merayu pengguna kendaraan pribadi untuk pindah ke transportasi massal seperti BRT ini.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah pusat untuk tak banyak lagi memanjakan pengguna kendaraan pribadi harus dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih mementingkan kepentingan umum di sektor transportasi, yakni memihak pada transportasi umum. Hal yang wajar jika transportasi umum mendapat subsidi. Namun subsidi itu diberikan bukan buat pengelola atau operator angkutan umum, tetapi buat masyakarat yang mau menggunakan angkutan umum.
Adalah hal yang wajar bila kebijakan kendaraan pribadi yang berlebihan berimbas pada kepadatan lalu lintas kendaraan di sekitar wilayah Jabodetabek. Dan hal itu juga sudah mulai merambah kota-kota besar dan metropolitan yang perekonomiannya cenderung meningkat. Ketersediaan angkutan umum yang nyaman makin minim menjadi tumbuh subur kendaraan pribadi, seolah tak terkendali. Sebanyak 60 persen kendaraan bermotor di Indonesia berada di Pulau Jawa dan Bali. Wilayah Jabodetabek mendapat porsi yang cukup besar, sekitar 10 persennya. Hal yang wajar, karena DKI Jakarta secara konstan menyumbang 27 persen dari PDB Jawa dan 16 persen dari PDB Indonesia secara keseluruhan.
Terlebih kebijakan pemeritah cenderung mendorong penggunaan kendaraan pribadi. Lihatlah dalam APBN Tahun 2013, subsidi BBM sebesar 193,8 triliun,meningkat terus tiap tahunnya. Seandainya, prosentase penggunaan BBM subsidi masih seperti tahun sebelumnya, yakni 97,3 persen dihabiskan transportasi darat (Rp 188,5 triliun). Kemudian hanya 4 persen digunakan transportasi barang (Rp 7,5 triliun), tiga persen untuk transportasi umum (Rp 5,6 triliun). Sementara kendaran pribadi sisanya, yakni Rp 175,4 triliun (93 persen) yang terdiri dari sepeda motor 40 persen (Rp 70,6 trilun) dan mobil Rp 105,24 (53 persen).
Sungguh besar dana yang dihabiskan hanya untuk mensubsidi kendaraan pribadi yang ternyata tak tepat sasaran dan cenderung merugikan rakyat kebanyakan. Sebaiknya pemerintah harus berani melepaskan beban subsidi BBM bagi kendaraan pribadi dan dialihkan buat perbaikan insfrastruktur (prasarana dan sarana) transportasi umum, transportasi pedesaan, transportasi kepulauan, transportasi penyeberangan, transportasi daerah tertinggal dan transportasi daerah perbatasan.
Kepedulian dan keberpihakan melalui komitmen politik kepala daerah dan dukungan pemerintah pusat bersungguh-sungguh melepaskan subsidi BBM terhadap kendaraan pribadi dan tak memberi isentif buat mobil ramah lingkungan sangat diperlukan. Jika memberikan insentif buat mobil ramah lingkungan yang diperoleh hanya pencemaran udara rendah. Sedangkan bila pemerintah serius memperbaiki transportasi umum, maka yang diperoleh akan lebih banyak seperti mengindari kemacetan berlebihan, mengurangi tingkat polusi udara, mempercantik wajah transportasi kota, menjadi daya tarik bagi wisatawan, sekaligus mendidik masyarakat tertib berlalu lintas. Selain itu, pelayanan transportasi umum yang baik akan menjadi ciri khas bertransportasi di perkotaan.
Djoko Setijowarno
Staf Pengajar Jurusan Teklnik Sipil Unika Soegijapranata dan Pengurus MTI Pusat
 
                


 Pengunjung hari ini
 Pengunjung hari ini  Total pengunjung
 Total pengunjung  Pengunjung Online
 Pengunjung Online 



