Upaya Pemerintah Mewujudkan Transportasi Multimoda

Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk menyatukan wilayah satu sama lain dengan sistem transportasi terpadu. Tidak main-main, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri yang memberikan instruksi.
Menurut Menteri Perhubungan, E. E. Mangindaan, instruksi presiden tersebut disampaikan saat memimpin sidang kabinet beberapa waktu yang lalu. Dalam rapat itu dibahas mengenai multimoda, yakni optimalisasi jalur transportasi darat, kereta api, laut, dan udara. “Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan penguatan jalur laut untuk distribusi logistik ke seluruh provinsi, khususnya di bagian timur Indonesia. Jadi saya sekarang harus fokus lebih banyak kepada laut, NKRI melalui laut itu mutlak.”
Lebih lanjut, Kementerian Perhubungan melakukan langkah cepat dengan menyusun Cetak Biru Transportasi Antarmoda/ Multimoda, yang saat ini sudah diselesaikan. Cetak biru yang merupakan panduan untuk mengintegrasikan moda transportasi nasional ini dibuat guna mendukung kelancaran arus barang dan arus penumpang serta mendukung Sislognas yang efektif dan efisien, serta mendesak segera diterapkan.
Posisinya, cetak biru tersebut telah ditandatangani oleh Presiden dan diharapkan dapat segera diimplementasikan dalam waktu dekat. Supaya menyatu dengan program sektor yang lain, cetak biru transportasi multimoda ini disinkronisasi dengan cetak biru logistik nasional dan turut mendukung terciptanya sistem logistik yang terintegrasi menjelang ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015.
Cetak biru ini berisi arah pengembangan transportasi yang dituangkan dalam bentuk program optimasi, pengembangan dan pembangunan, serta aksesibilitas pada 25 pelabuhan utama, 7 terminal khusus CPO dan batu bara, 14 bandara kargo, 9 kota metropolitan, dan 183 daerah tertinggal. Sedangkan cita-cita Pemerintah di masa yang akan datang khususnya di bidang transportasi antarmoda/ multimoda adalah terwujudnya penyelenggaraan pelayanan one stop service pada angkutan penumpang dan barang.
Cita-cita Pemerintah ini disambut baik dan didukung oleh kalangan pengusaha. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengungkapkan pihaknya akan mendukung implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang cetak biru pengembangan sistem logistik nasional.
“Pengusaha-pengusaha yang tergabung di Kadin sudah berkomitmen membantu menyediakan kapal. Pemerintah didorong untuk menyediakan pelabuhan. Total investasi masih harus dibahas lebih lanjut,” ungkap Mansyur.
Menurut Natsir, sarana dan infrastruktur perikanan di Indonesia yang masih ditingkatkan berkontribusi besar meningkatkan ongkos logistik. Namun ia yakin revitalisasi pelabuhan perikanan merupakan salah satu solusi untuk menekan biaya logistik menjadi 10% pada 2015. “Nanti konsepnya multimoda karena didukung juga oleh bandara internasional sehingga bisa menekan lead time dalam proses ekspor produk perikanan,” jelasnya.
Sosialisasi Pelaksanaan Transportasi Multimoda
Lebih lanjut, menurut Kepala Badan Litbang Kementerian Perhubungan, Denny L. Siahaan, sektor logistik Indonesia dalam tatanan ekonomi nasional memiliki peran yang sangat strategis untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Oleh karena itulah sistem logistik serta Badan Usaha Angkutan Multimoda (BUAM) harus dibuat efektif dan efisien.
Dengan terbitnya aturan tentang transportasi multimoda, Denny berharap ada perbaikan signifikan dalam sistem logistik nasional Indonesia. Karena jika dilihat dari hasil survei Indeks Kinerja Logistik/ Logistic Performance Index (LPI) yang diselenggarakan oleh Bank Dunia, rangking sistem logistik nasional Indonesia secara menyeluruh berada di urutan ke-75 dari 155 negara yang disurvei, bahkan menempatkan posisi Indonesia di bawah kinerja negara ASEAN lainnya seperti Filipina (44) dan Vietnam (53).
Selain itu, kontribusi share sektor transportasi di dalam national cost of logistic sangat besar. Yang menjadi penyebab biaya logistik nasional cukup tinggi, antara lain karena disiplin nasional yang kurang seperti masih tingginya waktu pelayanan, masih adanya pungutan tidak resmi atau pungli, adanya biaya-biaya transaksi yang terselubung/ hidden cost, serta adanya hambatan operasional pelayanan dan kemacetan di pelabuhan sehingga berujung kurang efisiennya konektivitas di Indonesia.
Untuk itu selain pembenahan sistem logistik nasional, diperlukan pula dukungan konektivitas atau infrastuktur untuk pengembangan kegiatan ekonomi utama transportasi. Sejalan dengan konektivitas sebagai salah satu pilar kesuksesan Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diperlukan pula enam faktor penggerak sistem logistik nasional.
Pertama, komoditas penentu yang mana ada 22 buah komoditi strategis yang akan dikembangkan dalam MP3EI. Kedua infrastruktur, salah satunya yaitu transportasi. Ketiga, service provider atau penyedia jasa angkutan multimoda yang harus profesional agar efisien. Keempat, legalitas atau peraturan perundangan. Kelima, sumber daya manusia. Keenam, teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai jawaban untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari sistem logistik nasional, Denny melanjutkan, maka Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda yang sebelumnya telah didahului dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda serta pada tingkat makro Pemerintah juga telah mengeluarkan Cetak Biru pengembangan Sistem Logistik Nasional melalui terbitnya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 pada tanggal 5 Maret 2012 yang lalu.
Menurut Umar Haris, Kepala Biro Hukum dan KSLN Kementerian Perhubungan, bahwa yang menjadi hakekat dari peraturan angkutan multimoda tersebut adalah efisiensi. Peran angkutan multimoda ini merupakan komponen penting dari sistem logistik. Dan dalam dekade belakangan ini berkembang sangat pesat karena pergerakan barang semakin membutuhkan angkutan yang efisien dan dapat dilaksanakan dengan cepat, sehingga dibutuhkan suatu sistem yang kemudian dinamakan multimoda.
Kemudian, Denny menambahkan, salah satu unsur pelaksanan angkutan multimoda adalah jasa angkutan multimoda yang diselenggarakan oleh BUAM tidak semata-mata hanya memberikan layanan dari satu tempat asal ke tempat tujuan, tetapi juga menyediakan jasa transportasi, jasa pergudangan, konsolidasi muatan, penyediaan ruang muatan; dan/atau kepabeanan untuk angkutan multimoda ke luar negeri dan ke dalam negeri.
Dampak adanya BUAM tersebut, Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) yang selama ini menyelenggarakan usaha jasa pengurusan transportasi sesuai dengan Peraturan Menteri, diberikan waktu peralihan paling lama 3 (tiga) tahun menjadi badan usaha angkutan multimoda sejak ditetapkannya peraturan tersebut.
SDM Multimoda
Yang juga menjadi sorotan Denny adalah soal sumber daya manusia (SDM) multimoda. Ia mengakui bahwa saat ini SDM bidang transportasi multimoda dan usaha jasa logistik yang kompeten serta profesional terbilang langka. “Sementara itu, lembaga pendidikan dan pelatihan yang tersedia masih sangat sedikit.”
Menurutnya, untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan profesional di bidang jasa logistik, maka keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan yang menangani pengembangan SDM transportasi perlu dikelola secara profesional sehingga mampu bersaing di logistik internasional.
Ke depan, lanjut Denny, perlu penataan secara terencana disertai dengan standardisasi terkait dengan pengembangan SDM transportasi multimoda dan logistik nasional. Kebutuhan standardisasi tersebut bisa dengan pembentukan lembaga sertifikasi profesi angkutan multimoda. Dan tentunya perlu ada subsidi pelatihan SDM angkutan multimoda.
Segala pekerjaan rumah yang telah disebut di atas harus memiliki pola arah yang jelas. Oleh karena itu ditetapkanlah arah pengembangan angkutan barang di masa yang akan datang. Ada lima arah pengembangan angkutan barang yang lebih difokuskan pada pola transportasi multimoda.
Pertama, angkutan barang dilayani oleh simpul pelabuhan. Kedua, interkoneksi di areal pelabuhan harus diperbaiki dengan fasilitas bongkar muat yang baik, waktu operasi optimum, jaringan KA sampai ke dermaga. Ketiga, jaringan KA diprioritaskan sampai ke pelabuhan strategis (utama primer/sekunder).
Keempat, pengembangan dry port atau terminal angkutan barang dengan trayek khusus perlu disediakan sebagai simpul pengumpul dan penyebar angkutan barang di wilayah hinterland masing-masing. Kelima, fungsi logistik kiranya perlu diimplementasikan.
Ke depan, harapannya lebih fokus pada keterpaduan antara moda darat (jalan) – moda laut – moda KA. Hal ini sebagai upaya penyelenggaraan transportasi angkutan barang multimoda antar pulau di Indonesia yang terpadu.
Tidak hanya untuk angkutan barang, hal yang sama juga berlaku pada angkutan penumpang. Inilah yang akan menjadi fokus pada pola transportasi antarmoda. Arah pengembangannya meliputi, angkutan penumpang antar pulau yang difokuskan pada angkutan udara. Feeder angkutan penumpang (di dalam pulau) dilayani oleh jaringan angkutan jalan dan KA. Oleh karena itu, dikembangkan jaringan angkutan KA untuk penumpang.
Kemudian, pengembangan interkoneksi angkutan penumpang di simpul/ kota strategis difokuskan pada layanan angkutan umum bukan kendaraan pribadi. Lalu mempersingkat waktu tempuh dan tarif yang murah di dalam interkoneksi simpul/ kota strategis yang berbasis angkutan umum. Dan yang tidak terlupakan adalah konektivitas antara angkutan udara dan kereta api, seperti yang akan dikembangkan di Kuala Namu (Sumatera utara) dan Jakarta. (ONE)