Gunawan, Kisah Penjaga Perlintasan di Lempuyangan

Bunyi genta berbunyi nyaring. Seorang penjagajalanlintas (PJL) tampak menutup pintu perlintasan, lalu ia bergegas keluar. Dengan seragam lengkap dan membawa semboyan aman, ia siap menyambut kereta yang lewat. Dari jauh tampak KA Lodaya jurusan Bandung – Solo siap melintas. Senyum pun ia berikan untuk sang masinis.

Setelah kereta lewat dengan sempurna, Gunawan Bagus Harianto, si PJL itu menghampiri Media Artha Pratama (MAP), yang sore itu mengunjungi gardu perlintasan sebidang yang masuk dalam kawasan Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Sudah hampir 2 tahun, Gunawan bertugas di PJL nomor 352 tersebut. “Sehari-hari, seperti ini yang saya kerjakan,” tuturnya.

Ia mengaku, saat awal-awal mengemban tugas sebagai PJL ada perasaan cemas. Mengingat tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya tidak ringan. Ia bersama-sama rekannya, harus memberi jaminan bahwa tidak ada kecelakaan. “Bagi saya, keselamatan nyawa orang itu sangat berharga. Oleh karena itu, lama-lama saya bangga menjalankan tugas saya, karena berkaitan dengan keselamatan nyawa,” kata Gunawan.

Menurut Gunawan, selama ia bertugas tidak ada pengendaraan kendaraan bermotor yang berusaha menerobos. Hal itu dimungkinkan, selain karena tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi, tapi juga pintu perlintasannya cukup rapat sehingga kalau ditutup tidak bisa diterobos. “Pokoknya, yang menjadi pegangan adalah UU Nomor 23Tahun2007 tentang Perkeretaapian. Di situ jelas dikatakan bahwa seluruh pengguna kendaraan bermotor wajib mendahulukan rangkaian KA yang lewat.”

Sistem Kerja

Apa yang menjadi pedoman kerja PJL? Pedoman utama yang kami pegang, Gunawan melanjutkan, adalah jadwal perjalanan kereta api. Di situ telah tercatat, kereta apa akan lewat jam berapa. Selain itu, mereka juga dibantu oleh pesawat telepon dari PT Kereta Api Indonesia.

Setelah tahu akan ada kereta lewat, Gunawan bersiap untuk menutup pintu perlintasan. Berdasarkan prosedurnya, pintu perlintasan seharusnya ditutup 15 menit sebelum kereta lewat. Namun, situasi sekarang tidak memungkinkan untuk diterapkan karena lalu lintas akan macet panjang. “Jalan tengahnya adalah kami harus lebih waspada dan konsentrasi.  Kebijakannya tidak 15 menit, tetapi berdasarkan jarak pandang.”

Supaya tingkat konsentrasi dan kewaspadaan itu terjaga, maka Gunawan tidak bekerja sendirian. Ada 3 orang yang bergantian berjaga di gardu 352 tersebut, masing-masing orang rata-rata berjaga 8 jam. “Ada3 shift, pagi, siang, malam. Masing-masing 8 jam, ada yang lebih dari 8 jam. Hal ini berdasarkan pada IJK (ikhtisar jadwal kerja) yang diterapkan oleh PT KAI. Kalau yang bertugas di sini, harus menjaga perlintasan dari kereta yang lewat, kalau pagi rata-rata bisa 25 KA lewat, malam juga, sore bisa sampai 30 KA.”

Lebih lanjut, di atas telah disebut bahwa salah satu tugas PJL adalah memastikan KA yang lewat melintas dengan sempurna. Yang dimaksud dengan sempurna adalah kereta yang bersangkutan rangkaiannya lengkap, tidak ada yang lepas atau hilang di tengah perjalanan. Untuk mengetahui suatu kereta sempurna atau tidak, maka pada kereta atau gerbong paling belakang dipasang semboyan 21.

Semboyan 21 ini bisa berupa papan merah jika pada siang hari, bisa juga berupa lampu hijau atau merah yang menyala saat malam hari. Jika ditemukan kasus bahwa rangkaian kereta ternyata tidak sempurna, karena semboyan 21 tidak ditemukan, maka PJL harus bergegas melaporkannya kepada petugaspengaturperjalanankeretaapi (PPKA) stasiunsebelumdansesudah, juga PJL di perlintasansebelumdansesudah untuk diambil tindakan. “Inilah pentingnya bagi kami untuk selalu berdiri di depan gardu saat kereta lewat,” jelas Gunawan.

Di akhir perbincangan, Gunawan secara khusus memberikan pesan kepada siapa saja yang melewati perlintasan kereta api, entah berjalan kaki, menggunakan kendaraan tidak bermotor, ataupun berkendaraan bermotor. Pertama-tama, mulailah meningkatkan kewaspadaan saat mendekati perlintasan KA.

Umumnya, beberapa meter sebelum perlintasan sudah dipasang rambu-rambu. Misalnya rambu yang menunjukkan di depan ada perlintasan KA yang bentuknya seperti pagar, rambu dengan tanda silang satu atau dua. Tanda silang satu artinya perlintasannya berupa 1 jalur, tapi kalau dua berarti jalur ganda. Selain itu ada juga semboyan keamanan berupa beberapa “polisi tidur” yang dipasang berurutan. “Ini semua dimaksudkan supaya para pengendara waspada dan hati-hati, bukan malah mempercepat laju kendaraan,” ujar Gunawan.

Kemudian, jika pintu perlintasan sudah ditutup, semua saja harus berhenti dan jangan pernah berpikir untuk menerobos. Kalau melanggar, taruhannya tidak main-main, karena nyawa bisa melayang. Kalaupun melewati perlintasan yang pintunya terbuka atau tidak ada, biasakanlah untuk selalu tengok kanan dan kiri untuk memastikan kalau memang tidak ada kereta yang akan melintas. “Dengan demikian, kita secara bersama-sama bertanggung jawab untuk mewujudkan keselamatan di perlintasan sebidang ,” tutup Gunawan. (ONE)

Tentang Genta 

Di samping gardu 352, terdapatlonceng besar yang menarik perhatian. Menurut Gunawan, benda itu bernama genta. Genta berfungsi untuk memberitahu PJP agar waspada karena akan ada kereta api melintas dan berfungsi sebagai pemberi tanda selesai kedinasan. Yang memberikan tanda melalui genta adalah PPKA (pemimpin perjalanan kereta api) atau PAP (pengawas peron) yang berada di stasiun. Berikut adalah beberapa isyarat yang diberikan oleh PPKA atau PAP yang sesuai dengan Reglamen 3 (R3) Pasal 18: satu kali rangkaian bunyi menunjukkan KA berjalan ke jurusan hilir (55A1); 2 kali rangkaian bunyi menunjukkan KA berjalan ke jurusan hulu (55A2); 4 rangkaian bunyi menunjukkan penghapusan (55B); 8 kali rangkaian bunyi menunjukkan tanda bahaya (55C); 3 kali rangkaian bunyi menunjukkan dinas berakhir (55D); 5 kali rangkaian bunyi menunjukkan semboyan percobaan.

Berita Terkait

Komentar: